Jumat, 08 Maret 2013

JALAN PANJANG PENDIDIKAN KARAKTER Oleh Imron *) (DIMUAT PADA MAGELANG EKSPRES TANGGAL 25 JULI 2012)

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 dituliskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan di atas mencerminkan pentingnya capaian ilmu sekaligus juga menitikberatkan pada capaian pendidikan karakter. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, religious, percaya diri, simpati, empati, dan lain lain. Karakter terbentuk karena adanya interaksi seseorang dengan lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Dalam kontek pendidikan karakter di sekolah, maka karakter siswa dibentuk melalui interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dalam lingkungan sekolah. Model Pendidikan Karakter di Sekolah Mendiskusikan tentang bagaimana model yang tepat dalam kerangka melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, nampaknya sampai saat ini masih dalam perdebatan dan senantiasa berkembang. Namun demikian, paling tidak beberapa alternative ditawarkan untuk melaksanakan pendidikan karakter di sekolah. Meminjam istilah Suparno, seperti dikutip oleh DR. Achmad Husen,. bahwa sebenarnya model pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah ada empat model. Pertama adalah Model sebagai Mata Pelajaran Tersendiri (monolitik). Melalui model ini pendidikan karakter merupakan mata pelajaran tersendiri yang memiliki kedudukan yang sama dan diperlakukan sama seperti pelajaran atau bidang studi lain. Pada model ini guru bidang studi Pendidikan Karakter harus mempersiapkan silabus dan RPP (Rencana Proses Pembelajaran) sampai pada metodologi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Kedua, Model Terintegrasi dalam Semua Bidang Studi. Model kedua ini pendidikan karakter disampaikan secara terintegrasi dalam setiap bidang studi. Oleh karena itu setiap guru diharuskan menyampaikan pesan pesan karakter dalam pokok bahasan bidang studi. Melalui model terintegrasi ini maka setiap guru adalah pengajar pendidikan karakter tanpa kecuali. Ketiga, Model di Luar Pengajaran. Model ini menitikberatkan pendidikan karakter ditanamkan di luar kegiatan pembelajaran formal. Model ini dilaksanakan oleh guru di sekolah ataupun dilaksanakan dengan bekerja sama dengan lembaga lain yang melaksanakan. Model inilah yang kemudian muncul pelatihan pelatihan pengembangan kepribadian siswa. Keempat, Model Gabungan. Model ini menggabungkan antara model terintegrasi dan model di luar pelajaran secara bersama. Model ini dapat dilaksanakan dalam kerja sama dengan tim baik oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah. Pendidikan Karakter adalah Proses Sampai sekarang pemerintah telah berupaya untuk membangun nilai-nilai budaya, jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, religious, percaya diri, simpati, empati, dan lain lain, yang sesuai dengan pendidikan berkarakter yang sekarang tengah digalakkan, meskipun dalam perjalanannya tidaklah mudah. Hal tersebut disebabkan karena seharusnya, capaian pendidikan karakter bukan hanya pada tataran kognitif tetapi sampai pada tataran emosi bahkan perilaku. Inilah pendidikan karakter yang sesungguhnya. Untuk melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, fungsi dan peranan guru sangat diperlukan. Karena disanalah siswa dapat menggali berbagai pengetahuan dan sikap yang bermanfaat dalam kehidupannya. Karakter dibangun sedikit demi sedikit, dengan pikiran, perkataan, perbuatan, kebiasaan, keberanian usaha keras, dan juga dibentuk dari kesulitan hidup. Oleh karena itu mendapatkan hasil dalam proses pendidikan karakter bukan semudah membalik telapak tangan, Namun demikian jika sang guru mau berusaha (meskipun tidak mudah), Insya Alloh bisa dilakukan. Dalam pendidikan karakter, fungsi utama guru adalah sebagai pendidik. Fungsi ini, guru hendaknya menjadi tokoh idola dan teladan bagi muridnya. Oleh karena itu guru hendaknya memiliki standar kualitas pribadi dan perilaku yang jelas, misalnya standar kualitas moral dan perilaku didasarkan pada nilai agama. Sehingga intelektualitas, moral, emosionalitas dan spiritualitas guru memiliki kelebihan yang dapat dilihat dan diteladani oleh siswa. Dengan cara seperti ini maka konsistensi terhadap aturan akan terlihat. Disamping itu juga sikap ini akan melahirkan perilaku utama dari pribadi seorang guru. Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral maka guru akan melakukan hal hal yang mulia dalam setiap gerak geriknya, meskipun itu sederhana. Misalnya, guru tidak akan mengatakan dengan kata kata “kasar” ataupun “jorok” dalam bicara. Guru akan selalu menghindari makan dengan tangan kiri. Guru akan menghindari makan dengan berdiri, bahkan akan menghindari buang air kecil dengan berdiri. Disamping contoh contoh sederhana di atas, dalam konteks pendidikan karakter, guru akan menampilkan dalam kepribadiannya perilaku utama, kepribadian mulia, akhlaq terpuji, yang pada akhirnya akan menularkan kebaikan guru tersebut pada pribadi siswa. Disamping sebagai pendidik, guru adalah sebagai pengajar sekaligus fasilitator yang membantu siswa untuk berkembang dalam mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk konsep, menguasai kompetensi, dan memahami ilmu. Sekaligus sebagai fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan dalam belajar.. Dari keempat model pendidikan karakter di atas, sekolah boleh memilih dan mencoba mana yang bisa dan mungkin dilakukan. Model apapun yang diberlakukan dalam rangka mensukseskan program pendidikan karakter, factor yang paling penting dimiliki adalah kesiapan guru. Kesiapan tersebut berupa kesiapan untuk menularkan virus virus kebaikan dan kemuliaan pribadi agar siswa meniru dan pada akhirnya lulus dengan pribadi yang jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, religious, percaya diri, simpati, empati, dan lain lain. Wallohu A’lam Bishowab. *) Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang, Motivator & Trainer